Posisi Kaum Muslim Di tengah hoax dan fitnah
Oleh :
Abul Fatih
Salah satu sumber permasalahan dunia adalah munculnya berita bohong atau
fitnah di tengah-tengah masyarakat. Dalam dunia modern, berita bohong tersebut
diberi istilah dengan hoax. Keberadaan hoax
ini sejak lama digunakan oleh
sebagian manusia untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Di antara tujuan pembuatan hoax ini adalah untuk meraih kekuasaan bagi
mereka yang tidak bisa meraihnya dengan prestasi dan karya nyata. Pada masa
Majapahit, ada salah seorang pejabat kerajaan yang sama sekali tidak
berprestasi. Pejabat ini bernama Ramapati alias Dyah Halayuda. Jasa orang ini
untuk tegaknya Majapahit tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan teman-teman
seangkatannya seperti Ranggalawe, Nambi, Sora danlain-lain.
Namun ada satu “kelebihan” Ramapati yang tidak dimiliki oleh para satria
Majapahit di atas. Ia memiliki kecakapan untuk menyebar hoax dan mengadu domba.
Hingga akhirnya, karena kecakapannya ini, satu persatu para pahlawan Majapahit
tersebut ia singkirkan. Pertama Ranggalawe, menyusl kemudian Lembu Sora, kemudian
Nambi dan Demung Wira.
Lantas, bagaimana agar kita selamat dari
sebaran berita bohong alias hoax?
Pertama, apa tema berita tersebut. Jika berita tersebut tidak berkaitan
dengan kita atau tidak berkaitan dengan
maslahat umat, lebih baik kita tidak usah mendengarkan berita-berita tersebut. Kadang-kadang kita disuguhi berita-berita
tentang si A yang berselingkuh, si B yang nikah lagi atau si C yang baru diputus pacarnya. Berita-berita seperti
ini sama sekali tidak bermanfaat untuk diri kita, apalagi untuk umat Islam.
Sungguh tepat sabda Rasulullah SAW,
“Di antara tanda kebaikan keislaman seseorang adalah bahwa ia
akan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya” ( H.R. Tirmidzi ).
Namun jika berita-berita tersebut
berkaiatn dengan diri kita, misalnya jika anak kita diisukan sering bolos
sekolah atau dengan umat Islam, misalnya ada berita
bahwa ada sebuah masjid di bakar di daerah tertentu, ada baiknya kita
mencermati (bukan menelan mentah-mentah ) berita tersebut.
Namun jika berita tersebut bersumber dari
orang yang rajin ke masjid, dikenal dengan sifat baiknya, tidak memiliki
masalah dengan lingkungannya, sedkit bicaranya, dan tidak berbicara kecuali hal-hal
yang perlu, serta bukan orang yang dikenal ambisius, maka berita dari orang ini layak
untuk kita perhatikan. Walaupun tidak juga harus ditelan mentah-mentah.
Ketiga, tabayyun. Yang dimaksud dengan tabayyun adalah mencocokkan sebuah
isu dengan kenyataan. Jika berita tersebut berkaitan dengan penggunaan anggaran
sebuah lembaga, atau kebijakan sebuah lembaga, ada baiknya hal tersebut
langsung ditanyakan dengan lembaga tersebut. Apalagi jika sumber berita
tersebut dari orang-orang yang sejak awal menyimpan kebencian, iri atau dengki
terhadap lembaga tersebut. Sudah pasti, berita yang disampaikan tentang mereka
yang dibencinya tidak ada yang benar.
Bertabayyun ini sebagaimana Firman Allah SWT,
“Wahai orang- orang yang
beriman, jika ada seorang fasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita
penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar
jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar
kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.” (QS. Al-Hujurat [49]: 6).
Terhadap kata “tabayyun” ini Imam
Ath-Thabari memahaminya dengan “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui
kebenrannya, jangan terburu-buru menerimanya…”
Jangan sampai kita menjadi hakim terhadap seseorang tanpa tahu duduk
persoalannya. Sikap gegabah dalam menerima informasi ini pada masa lalu telah
memakan banyak korban. Khalifah ke-3, Sayyidina Utsman bin Affan RA misalnya. Beliau wafat karena terbunuh akibat
fitnah yang dialamatkan kepada beliau oleh sekelompok masa tanpa mereka
melakukan tabayyun
dengan baik.
Di Indonesia, selama
ratusan tahun bangsa Belanda menjajah negeri ini bukan semata-mata karena
keunggulan militer. Namun seringkali karena kelicikan Belanda dalam menggunakan
berita-berita palsu untuk mengadu domba antar anak bangsa. Maka tidaklah heran,
jika dalam setiap pemberontakan melawan Belanda, sering kali para pejuang
negeri ini harus bertempur dengan sesama anak bangsa yang telah diracuni oleh
Belanda dengan informasi-informasi palsu tentang musuhnya.
Dengan bertabayyun ini, kita akan selamat dari bertindak bodoh, “bijahalah”(
karena ketidaktahuan) yang tentu saja
dampaknya akan sangat buruk dikemudian hari. Dan, seperti yang sekarang terjadi,
berita bohong sangat mengkhawatirkan kehidupan umat manusia sampai pada tingkat
keamanan dan ketertiban umum.
Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam komunikasi maupun maupun tulisan
melalui media sosial, sikap tabayyun harus senantiasa kita
utamakan, sebelum mengambil kesimpulan apalagi tindakan. Dengan demikian, salah
paham, perselisihan dan pertengkaran, bisa kita jauhkan dalam kehidupan,
sehingga rahmat Allah senantiasa melingkupi kehidupan kita.
“Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab
yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.” (QS. An-Nur [24]: 14).
Keempat, menghidupkan nalar.Maksud dari menghidupkan
nalar ini adalah mencerna informasi dengan akal sehat. Bukan berdasarkan nafsu
atau sikap buru-buru.
Istilah bernalar mungkin biasa kita
dengar. Tapi apakah kita sudah biasa dilakukan, ini yang mungkin penting untuk
kembali dihidupkan. Misalnya ketika kita menerima informasi dari beberapa
pihak, perlu kita renungkan sejenak berbagai informasi tersebut. Siapa
sumbernya, bagaimana latar belakang kepribadiannya, bagaimana kejujurannya dan
seterunya. Dari sini kemudian kita akan
bisa menyimpulkan, siapa yang mendzalimi
dengan fitnah, dan siapa yang didzalimi.
Lebih jauh ditegaskan, bernalar akan
membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan
kebenaran dan menghindarkan kekeliruan.
Dan, bernalar mengarah pada berpikir
benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena
penalaran mendidik manusia bersikap objektif, tegas, dan berani; suatu sikap
yang dibutuhkan dalam segala kondisi. Dengan demikian, menghidupkan nalar,
merupakan langkah lanjutan dari tradisi tabayyun.
Langkah
sederhananya, setiap informasi atau berita yang masuk ditimbang baik-baik, mulai
dari asal-usul, kebenaran, manfaat dan maslahat. Jika memang sudah dapat
diyakini info itu benar, penting, dan bermanfaat, menyebarluaskannya tentu
suatu kebaikan. Tetapi, jika tidak, sebaiknya tidak melakukan apapun, apalagi
men-share ke orang lain yang bisa jadi menimbulkan kemudharatan
yang tidak disangka.
Ketiga, jauhi sumber berita yang tidak
jelas. Termasuk sumber yang tidak jelas adalah sumber berita yang
dikenal sebagai tukang fitnah, akun-akun tanpa nama di media sosial, terutama
di twitter yang mana akun anonim punya kebiasaan berkata-kata negatif secara
serampangan. Hal ini mungkin terjadi karena mereka memang menggunakan akun
bukan asli, sehingga merasa aman dari diketahui orang lain.
Sebaliknya, rujuklah sumber-sumber berita
yang jujur, lurus dan dikenal tidak memiliki masalah sosial. Jika butuh info
penting terupdate soal apapun, hendaknya kita merujuk kepada mereka yang bisa
kita jamin kesetiaannya terhadap kebenaran dan kejujuran serta keadilan.
Dengan kata lain, ternyata pesan orang
tua terdahulu agar kita berupaya mencari teman orang-orang yang sholeh ‘wong
kang sholeh kumpulono’ masih harus menjadi perhatian, sebab tidak
saja dibutuhkan dalam interaksi di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya.
Komentar
Posting Komentar